Lengkuas
Lengkuas (Alpinia galanga) merupakan bahan olahan makanan yang banyak digunakan sebagai penambah aroma dan cita rasa pada berbagai masakan Nusantara. Rimpangnya memiliki karakter khas hangat, sedikit pedas, dan wangi sehingga menjadi bumbu dasar dalam berbagai hidangan tradisional, mulai dari sayur berkuah, tumisan, hingga aneka masakan berbumbu lengkap. Di Jawa Tengah, tanaman ini banyak dibudidayakan dan dikenal dengan sebutan “laos”.
Morfologi Lengkuas
Lengkuas tumbuh optimal pada tanah gembur yang lembap namun tidak tergenang, sehingga kondisi aerasi tanah menjadi faktor penting bagi pertumbuhannya. Tanaman ini berkembang biak secara vegetatif melalui rimpang maupun secara generatif dari bunganya yang berwarna putih dengan semburat merah. Buah laos berwarna hijau saat muda dan secara bertahap berubah menjadi kuning hingga merah ketika mencapai kematangan. Di luar wilayah persebarannya, lengkuas kerap dibudidayakan pula sebagai tanaman hias karena bentuk daun dan rimpangnya yang menarik. Dalam kuliner Indonesia, lengkuas menjadi salah satu bumbu yang paling sering digunakan, terutama berkat rimpang dan daunnya yang memberikan aroma khas pada berbagai hidangan tradisional[1].
Pemanfaatan Lengkuas
Pemanfaatan lengkuas mencakup berbagai aspek, terutama dalam bidang kuliner, pengobatan tradisional, dan penggunaan sebagai komponen tambahan dalam industri pangan. Rimpang lengkuas menjadi bumbu penting dalam beragam hidangan Nusantara, termasuk burgo, coto, daging kus-kus, gebung asam, gudeg, ikan bakar parape, ikan emas pamarrasan, kelo kuning bandeng, lakso, malbi, nasu cemba, nasu likku, pallu basa, pindang ikan, rawon, sambal unus, soto, serta berbagai olahan tradisional lainnya yang memanfaatkan lengkuas untuk memperkaya aroma sekaligus mengurangi bau amis pada bahan hewani. Selain itu, lengkuas kerap digunakan sebagai ramuan herbal untuk menghangatkan tubuh, meredakan masuk angin, dan mendukung kesehatan pencernaan.
Komposisi Gizi Lengkuas
Komposisi gizi lengkuas segar tiap 100 gram, dengan berat yang dapat dikonsumsi 80%[2]
| Komponen Gizi | Jumlah |
|---|---|
| Air (Water) | 93.0 g |
| Energi (Energy) | 26 Kal |
| Protein (Protein) | 1.0 g |
| Lemak (Fat) | 0.3 g |
| Karbohidrat (CHO) | 4.7 g |
| Serat (Fibre) | 1.1 g |
| Abu (Ash) | 1.0 g |
| Kalsium (Ca) | 50 mg |
| Fosfor (P) | 50 mg |
| Besi (Fe) | 2.0 mg |
| Natrium (Na) | 24 mg |
| Kalium (K) | 137.1 mg |
| Tembaga (Cu) | 0.07 mg |
| Seng (Zn) | 0.3 mg |
| Beta-Karoten | 5 mcg |
| Karoten Total (RE) | 5,000 mcg |
| Thiamin (Vit. B1) | 0.08 mg |
| Riboflavin (Vit. B2) | 0.06 mg |
| Niasin (Niacin) | 0.3 mg |
| Vitamin C (Vit. C) | 50 mg |
Referensi
- ↑ Indonesian Gastronomy Foundation. 2025. Pusaka Rasa Nusantara: Keanekaragaman Bahan Pangan Indonesia.
- ↑ Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat. Tabel Komposisi Pangan Indonesia 2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2018. https://panganku.org/id-ID/view
