Pongko: Perbedaan antara revisi

Dari WikiPangan
(masih kekurangan rujukan, gambar)
 
(penambahan bahan serta cara pembuatan dan Gambarnya.)
 
Baris 1: Baris 1:
Pongko adalah penganan tradisional (kue basah) khas Pangkep, Sulawesi Selatan, yang dikenal karena rasa manis dan gurih legit serta proses pengolahannya yang dibungkus daun pisang. <ref>Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. (t.t.). ''Kuliner Khas Pangkep: Pongko''. Diakses pada 12 Desember 2025, dari [Alamat Situs Resmi Pariwisata Pangkep].</ref>Pongko adalah wujud kearifan [[Pangan Lokal|pangan lokal]] masyarakat Pangkep dalam mengolah hasil bumi (pisang dan [[kelapa]]) secara efisien menjadi penganan yang awet dan bernilai sosial tinggi dalam konteks perjamuan.
[[Berkas:Pongko.jpg|jmpl|Makanan pendamping dalam bentuk sayuran dan merupakan bentuk pangan lokal dari Pangkep]]
Pongko merupakan salah satu warisan kuliner tradisional yang sangat melekat pada identitas masyarakat Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan. Hidangan ini dikenal secara lokal sebagai Sayur Tunas [[Aren]] atau Sayur Pucuk Batang Enau karena bahan utamanya adalah bagian tunas muda yang diambil dari pohon aren (''Arenga pinnata''). Penggunaan pucuk batang enau sebagai bahan pangan utama mencerminkan kedekatan budaya masyarakat Pangkep dengan sumber daya alam di sekitarnya. <ref>Pangestu, M. (2018). ''Pengembangan Produk Pangan Berbasis Tunas Aren (Arenga pinnata Merr) di Sulawesi Selatan''. [Laporan Penelitian]. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.</ref>


== Sejarah dan Asal-Usul Pongko ==
== Sejarah dan Asal-Usul Pongko ==
Sejarah Pongko sangat erat kaitannya dengan kondisi ekologis dan pola pangan masyarakat Pangkep (Bugis-Makassar) yang merupakan wilayah pesisir dengan sumber daya pisang dan kelapa yang melimpah. Pongko lahir dari kebutuhan untuk mengolah pisang yang sudah terlalu matang menjadi penganan yang tahan lama (karena proses pengukusan dan pengemasan daun pisang) dan mudah dibawa.
SAYUR pongko merupakan makanan khas Kabupaten Pangkep yang biasanya ditemui di wilayah dataran tinggi seperti Desa Tondongkura. Sayur pongko dibuat dari pucuk batang pohon enau.  


Asal usul Pongko terletak pada praktik memanfaatkan kelebihan hasil panen pisang (khususnya Pisang Raja) yang cepat matang. Untuk menghindari pemborosan, masyarakat Pangkep (dan daerah Bugis lainnya) mengembangkan teknik mengolah pisang menjadi penganan yang lebih awet, manis, dan bergizi tinggi (karena penambahan santan). Teknik '''pengukusan''' dan '''pembungkusan daun pisang''' adalah metode pengawetan alami yang sudah dikenal luas di Asia Tenggara. Secara historis, ini menunjukkan teknologi pangan yang sederhana namun efektif yang digunakan oleh masyarakat agraris/pesisir. <ref>Rasyid, H. A., & Akbar, M. (2019). Studi Etnobotani Pemanfaatan Pisang dan Kelapa dalam Kuliner Tradisional Bugis. ''Jurnal Etnobotani Sulawesi'', ''5''(2), 101–115.</ref>
Sayur ini diperkirakan ada sejak tahun 1950-an. Sayur pongko awalnya dibuat karena dahulu masyarakat kesulitan untuk mendapatkan makanan pokok dan makanan pendamping selain dari ubi dan [[jagung]] ataupun olahan kedua bahan tersebut. Akhirnya, masyarakat kala itu mencoba untuk memanfaatkan batang pohon enau dan diambil bagian terhalusnya untuk dijadikan kudapan atau makanan pendamping yang lezat.  


Secara historis, Pongko tidak hanya dikonsumsi sehari-hari, tetapi juga disajikan pada acara-acara komunal. Kue manis seperti Pongko sering kali dihidangkan sebagai tanda '''penyambutan, persahabatan, atau syukuran kecil''' (''Akkarena''') karena mudah dibuat dalam jumlah banyak dan praktis. Hal ini mencerminkan kearifan lokal dalam menyediakan hidangan yang mengedepankan kesederhanaan bahan namun kaya makna sosial.
Dalam konteks sosial dan budaya, Sayur Pongko memiliki peran yang signifikan. Hidangan ini sering kali menjadi '''menu wajib''' yang disajikan dalam acara-acara besar komunal, seperti pesta adat dan resepsi pernikahan, menandakan statusnya sebagai simbol kuliner kebanggaan daerah. Keberadaannya kini juga semakin diakui sebagai salah satu produk unggulan desa wisata di Pangkep, contohnya di Desa Wisata Tompo Bulu, yang memperkuat upaya pelestarian pangan lokal sekaligus menjadi daya tarik wisata kuliner. Sayur Pongko oleh karenanya tidak hanya bernilai gizi, tetapi juga memiliki nilai historis dan sosiokultural yang tinggi bagi masyarakat Pangkep. <ref>'''Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.''' (2023). ''Desa Wisata Tompo Bulu 75 Besar ADWI 2023''. Jaringan Desa Wisata (Jadesta) Kemenparekraf. </ref>


Pangkep, yang dikenal sebagai salah satu sentra perikanan dan pertanian di Sulawesi Selatan, secara geografis mendukung produksi bahan baku Pongko. Hal ini memperkuat asal usul Pongko sebagai '''kuliner lokal''' yang lahir dari kekayaan alam daerah tersebut.
Biasanya, bahan baku diambil dari hutan Tondong yang didalamnya banyak tumbuh pohon enau, namun beberapa pohon juga tumbuh di areal pemukiman warga desa. Pohon Enau tidak boleh diambil secara sembarangan karena perlu mendapatkan izin pemilik terlebih dahulu. Jika pelaksana hajatan tidak mendapatkan pohon enau untuk ditebang secara gratis, maka mereka dapat membelinya dari orang yang di halaman rumahnya ditumbuhi pohon enau. Satu pohon biasanya dihargai 50 Ribu Rupiah bahkan lebih.Pongko sebelum diolah menjadi sayur memiliki rasa yang agak manis, dan setelah diolah menjadi sayur maka rasanya menjadi manis dan gurih. <ref>KataKerja (2022). ''Ensiklopedia Pangan Olahan Lokal Sulawesi Selatan dan Barat.'' Hal : 170-172.</ref>
 
== Bahan ==
Pohon enau yang telah diambil bagian pucuk atau pongkonya.
 
- 6 butir [[kelapa]] yang diperas menjadi santan.
 
- 8 biji [[kemiri]].
 
- Merica secukupnya.
 
- Garam secukupnya.
 
- Kaldu penyedap secukupnya.
 
== Cara Pembuatan ==
1. Masak air sampai mendidih, lalu masukkan pongko dan masak sampai lembek.
 
2. haluskan kemiri, bawang putih dan merica.
 
3. lalu tumis bumbu yang telah dihaluskan.
 
4. masukkan bumbu yang telah ditumis kedalam wadah yang berisi pongko tadi.
 
5. lalu masukkan santan
 
6. masukkan bumbu penyedap dengan takaran sesuai selera
 
7. tunggu sampai matang, dan siap dihidangkan.


== Referensi ==
== Referensi ==
<references />
<references />
[[Kategori:Makanan pendamping]]

Revisi terkini sejak 13 Desember 2025 18.46

Makanan pendamping dalam bentuk sayuran dan merupakan bentuk pangan lokal dari Pangkep

Pongko merupakan salah satu warisan kuliner tradisional yang sangat melekat pada identitas masyarakat Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan. Hidangan ini dikenal secara lokal sebagai Sayur Tunas Aren atau Sayur Pucuk Batang Enau karena bahan utamanya adalah bagian tunas muda yang diambil dari pohon aren (Arenga pinnata). Penggunaan pucuk batang enau sebagai bahan pangan utama mencerminkan kedekatan budaya masyarakat Pangkep dengan sumber daya alam di sekitarnya. [1]

Sejarah dan Asal-Usul Pongko

SAYUR pongko merupakan makanan khas Kabupaten Pangkep yang biasanya ditemui di wilayah dataran tinggi seperti Desa Tondongkura. Sayur pongko dibuat dari pucuk batang pohon enau.

Sayur ini diperkirakan ada sejak tahun 1950-an. Sayur pongko awalnya dibuat karena dahulu masyarakat kesulitan untuk mendapatkan makanan pokok dan makanan pendamping selain dari ubi dan jagung ataupun olahan kedua bahan tersebut. Akhirnya, masyarakat kala itu mencoba untuk memanfaatkan batang pohon enau dan diambil bagian terhalusnya untuk dijadikan kudapan atau makanan pendamping yang lezat.

Dalam konteks sosial dan budaya, Sayur Pongko memiliki peran yang signifikan. Hidangan ini sering kali menjadi menu wajib yang disajikan dalam acara-acara besar komunal, seperti pesta adat dan resepsi pernikahan, menandakan statusnya sebagai simbol kuliner kebanggaan daerah. Keberadaannya kini juga semakin diakui sebagai salah satu produk unggulan desa wisata di Pangkep, contohnya di Desa Wisata Tompo Bulu, yang memperkuat upaya pelestarian pangan lokal sekaligus menjadi daya tarik wisata kuliner. Sayur Pongko oleh karenanya tidak hanya bernilai gizi, tetapi juga memiliki nilai historis dan sosiokultural yang tinggi bagi masyarakat Pangkep. [2]

Biasanya, bahan baku diambil dari hutan Tondong yang didalamnya banyak tumbuh pohon enau, namun beberapa pohon juga tumbuh di areal pemukiman warga desa. Pohon Enau tidak boleh diambil secara sembarangan karena perlu mendapatkan izin pemilik terlebih dahulu. Jika pelaksana hajatan tidak mendapatkan pohon enau untuk ditebang secara gratis, maka mereka dapat membelinya dari orang yang di halaman rumahnya ditumbuhi pohon enau. Satu pohon biasanya dihargai 50 Ribu Rupiah bahkan lebih.Pongko sebelum diolah menjadi sayur memiliki rasa yang agak manis, dan setelah diolah menjadi sayur maka rasanya menjadi manis dan gurih. [3]

Bahan

Pohon enau yang telah diambil bagian pucuk atau pongkonya.

- 6 butir kelapa yang diperas menjadi santan.

- 8 biji kemiri.

- Merica secukupnya.

- Garam secukupnya.

- Kaldu penyedap secukupnya.

Cara Pembuatan

1. Masak air sampai mendidih, lalu masukkan pongko dan masak sampai lembek.

2. haluskan kemiri, bawang putih dan merica.

3. lalu tumis bumbu yang telah dihaluskan.

4. masukkan bumbu yang telah ditumis kedalam wadah yang berisi pongko tadi.

5. lalu masukkan santan

6. masukkan bumbu penyedap dengan takaran sesuai selera

7. tunggu sampai matang, dan siap dihidangkan.

Referensi

  1. Pangestu, M. (2018). Pengembangan Produk Pangan Berbasis Tunas Aren (Arenga pinnata Merr) di Sulawesi Selatan. [Laporan Penelitian]. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
  2. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. (2023). Desa Wisata Tompo Bulu 75 Besar ADWI 2023. Jaringan Desa Wisata (Jadesta) Kemenparekraf.
  3. KataKerja (2022). Ensiklopedia Pangan Olahan Lokal Sulawesi Selatan dan Barat. Hal : 170-172.