Pannawa
Pannawa (atau dikenal sebagai Pangiru dalam adat Kaluppini) adalah makanan tradisional berbentuk bubur halus (jenang) khas Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Makanan ini berbahan dasar biji jewawut (Setaria italica), yang dalam bahasa lokal Enrekang disebut sebagai ba'tan.
Etimologi dan Variasi
Nama makanan ini memiliki variasi penyebutan berdasarkan wilayah adat di Enrekang:
- Pannawa: Istilah umum yang digunakan oleh masyarakat Enrekang secara luas.
- Pangiru: Istilah khusus yang digunakan oleh masyarakat adat Kaluppini. Di wilayah ini, Pangiru memiliki kedudukan yang lebih sakral dan menjadi menu wajib dalam ritual keagamaan tertentu.[1]
Fungsi Budaya dan Kesehatan
Pannawa memiliki dua fungsi utama dalam kehidupan sosial masyarakat Enrekang:
1. Makanan Ibu Melahirkan
Secara tradisi turun-temurun, Pannawa adalah hidangan wajib bagi ibu yang baru saja melahirkan. Meskipun masyarakat awam menganggapnya sekadar tradisi tanpa alasan jelas, secara medis komposisi bahan Pannawa sangat mendukung pemulihan pasca-persalinan:
- Jewawut (Ba'tan): Serealia yang kaya akan serat, protein, dan zat besi yang penting untuk mengembalikan stamina dan mengganti darah yang hilang saat persalinan.
- Jahe: Berfungsi sebagai galaktagog alami (pelancar ASI) dan memberikan efek hangat pada tubuh ibu nifas.[2]
2. Menu Ritual (Pangiru)
Bagi masyarakat adat Kaluppini, Pangiru menjadi sajian wajib saat momen berbuka puasa. Keberadaannya dianggap krusial dalam melengkapi ritual ibadah masyarakat setempat.[3]
Status Kelangkaan
Saat ini, keberadaan Pannawa kian sulit ditemukan. Hal ini disebabkan oleh semakin jarangnya petani di Enrekang yang membudidayakan tanaman ba'tan (jewawut), sehingga bahan baku utamanya menjadi langka.
Bahan dan Cara Pembuatan
Tekstur Pannawa berbeda dengan bubur jewawut utuh, karena bijinya ditumbuk hingga menjadi tepung sebelum dimasak.
- Bahan
- Ba'tan (Jewawut) 100 gram
- Gula merah 250 gram
- Jahe 1 batang (besar)
- Air 1 liter
- Langkah Pengolahan
- Persiapan Ba'tan: Rendam biji jewawut selama 1 jam agar lunak. Tiriskan, lalu tumbuk hingga halus menjadi tepung.
- Perebusan Gula: Didihkan air dalam panci, masukkan gula merah dan masak hingga larut sepenuhnya.
- Pencampuran: Masukkan tepung jewawut sedikit demi sedikit ke dalam air gula mendidih sambil terus diaduk cepat agar tidak menggumpal.
- Pemberian Rasa: Parut jahe, peras dengan sedikit air, lalu masukkan air perasan jahe ke dalam adonan bubur.
- Penyajian: Aduk terus hingga bubur matang, mengental, dan meletup-letup. Angkat dan sajikan dalam keadaan hangat.[1]
Rujukan
- ↑ 1,0 1,1 Katakerja. (2022). Ensiklopedia Pangan Olahan SulSelBar. Makassar: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Hal. 146-147.
- ↑ Ariyanti, R., et al. (2023). Galaktogue pada Jahe dapat Meningkatkan Produksi ASI: Literatur Review. Jurnal Ilmiah Permas: STIKES Kendal.
- ↑ Tribun Timur. (2022). Festival Budaya Kaluppini Enrekang Hadirkan Ragam Kuliner Tradisional. Tribunnews.
