Jagung Pulut
Jagung pulut biasa juga disebut dengan jagung ketan merupakan salah satu jenis jagung yang memiliki karakter spesial yaitu pulut/ketan. Jagung ini disebut pulut/ketan karena lengket dan pulen seperti ketan ketika di rebus (kandungan amilopektin tinggi)[1]. Jagung Pulut banyak ditemukan di si Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), di NTT jagung pulut digunakan sebagai bahan baku jagung bose dan jagung katemak. Ciri khas dari jagung pulut yaitu teksturnya yang pulen dan lengket saat direbus. Mirip dengan ketan.
Taksonomi
Tingkat Taksonomi | Nama Takson |
---|---|
Kingdom | Plantae |
Subkingdom | Viridiplantae |
Infrakingdom | Streptophyta |
Superdivisi | Embryophyta |
Divisi | Tracheophyta |
Subdivisi | Spermatophytina |
Kelas | Magnoliopsida |
Ordo | Poales |
Famili | Poaceae |
Subfamili | Panicoideae |
Genus | Zea |
Spesies | Zea mays |
Varietas | Zea mays var. ceratina (Jagung Pulut) |
Morfologi
Jagung pulut (Zea mays var. ceratina) memiliki morfologi yang khas dibandingkan varietas jagung lainnya. Tanaman ini tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 150–250 cm, memiliki batang beruas yang dilapisi pelepah daun. Daunnya lebar dan panjang, tumbuh berseling di sepanjang batang, dengan bunga jantan muncul di ujung batang dalam bentuk malai, sementara bunga betina berkembang di tongkol yang tumbuh dari ketiak daun. Tongkol jagung pulut biasanya lebih kecil dan padat, dengan biji berwarna kusam seperti lilin, ciri khas dari kandungan amilopektin yang tinggi. Endosperm bijinya bertekstur pulen dan lengket saat dimasak, mirip dengan ketan, sehingga disebut “pulut”. Gen waxy (wx) yang bersifat resesif mengontrol karakteristik ini, menjadikan jagung pulut berbeda secara genetik dari jagung biasa. Ketika kondisi ini terpenuhi, endosperm jagung menghasilkan amilopektin hampir 100% tanpa kandungan amilosa, menjadikannya sangat pulen dan lengket saat dimasak. Keunikan ini membuat jagung pulut berbeda dari varietas jagung lainnya. Secara morfologis, fenotip biji waxy dapat dikenali saat kadar air biji kurang dari 16%, yaitu ketika biji tampak berkilau kusam seperti lilin dan tidak bening seperti biji jagung biasa.[2]
Sebaran
Sebaran jagung pulut cukup luas, meskipun masih tergolong sebagai varietas lokal. Awalnya ditemukan di Tiongkok pada awal 1900-an, jagung ini kini dibudidayakan di berbagai wilayah tropis, termasuk Indonesia. Di Indonesia, varietas lokal seperti jagung pulut Sulawesi, Jember, Kediri, dan Ciamis cukup dikenal dan dimanfaatkan dalam berbagai olahan tradisional seperti emping, marning, dan glontor. [3]
Pemanfaatan
Jagung pulut memiliki peran penting sebagai pangan lokal di berbagai daerah Indonesia, terutama di Nusa Tenggara Timur (NTT). Di sana, jagung ini menjadi bahan baku utama dalam olahan tradisional seperti jagung bose dan jagung katemak, yang merupakan makanan khas masyarakat setempat. Selain itu, jagung pulut juga diolah menjadi emping, marning, glontor, atau dicampur dengan nasi untuk menambah cita rasa dan tekstur yang pulen. Kandungan amilopektin yang tinggi membuat pati jagung pulut lebih sulit dicerna, sehingga cocok dikonsumsi oleh penderita diabetes karena tidak langsung meningkatkan kadar gula darah secara drastis.[4]
Di sektor industri, jagung pulut menunjukkan potensi besar berkat kandungan amilopektinnya yang tinggi. Pati dari jagung ini digunakan dalam berbagai aplikasi non-pangan seperti industri kertas, tekstil, dan perekat. Sifatnya yang lengket dan elastis menjadikannya bahan baku yang ideal untuk produk-produk tersebut. Sementara itu, dalam bidang peternakan, jagung pulut terbukti mampu meningkatkan bobot ternak seperti domba, sapi, dan babi hingga 20%. Kandungan energi yang tinggi menjadikannya sumber pakan yang efisien dan bernilai ekonomis tinggi.[5]
Dari sisi budidaya, teknik penanaman jagung pulut secara umum mirip dengan jagung biasa. Namun, untuk menjaga kemurnian genetik varietas waxy, diperlukan isolasi genetik yang ketat. Petani biasanya menerapkan isolasi jarak sekitar 200 meter dari varietas lain atau mengatur waktu tanam dengan selisih tiga minggu lebih awal. Di Indonesia, terdapat beberapa varietas lokal yang telah dikenal luas, seperti jagung pulut dari Sulawesi, Jember, Kediri, dan Ciamis. Varietas-varietas ini tidak hanya memiliki nilai budaya, tetapi juga potensi ekonomi dan kesehatan yang menjanjikan.[6]
Teknik Budidaya
Budidaya jagung pulut pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan jagung biasa, baik dari segi teknik penanaman, pemupukan, maupun pengendalian hama. Namun, karena karakteristik genetiknya dikendalikan oleh gen resesif waxy (wx), diperlukan isolasi genetik yang ketat untuk menjaga kemurnian varietas. Isolasi ini dapat dilakukan dengan dua cara: secara spasial dengan jarak tanam sekitar 200 meter dari varietas jagung lain, atau secara temporal dengan menyesuaikan waktu tanam sekitar tiga minggu lebih awal dari varietas non-waxy agar tidak terjadi persilangan silang yang tidak diinginkan.[1]
Jagung pulut menghadapi sejumlah tantangan dalam pengembangannya, terutama terkait produktivitas yang masih tergolong rendah, yaitu hanya sekitar 2–2,5 ton per hektar. Rendahnya hasil ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan, kesuburan tanah yang menurun, serta kurangnya benih unggul yang adaptif terhadap kondisi lokal. Untuk mengatasi hal tersebut, berbagai penelitian sedang dilakukan, termasuk upaya hibridisasi guna menghasilkan varietas jagung pulut dengan produktivitas lebih tinggi tanpa mengorbankan karakteristik waxy yang khas. Selain itu, konservasi varietas lokal menjadi penting untuk menjaga keragaman genetik dan nilai budaya yang melekat pada jagung pulut di berbagai daerah. Pengembangan benih unggul yang stabil secara genetik dan memiliki daya hasil tinggi juga menjadi fokus utama dalam program pemuliaan, agar jagung pulut dapat bersaing secara ekonomi dan berkontribusi lebih besar terhadap ketahanan pangan nasional.[7]
Kandungan Gizi
Komponen Gizi | Kandungan per 100 g |
---|---|
Kalori | 355,00 kkal |
Protein | 9,20 g |
Lemak | 3,90 g |
Karbohidrat | 73,70 g |
Kalsium | 10,00 mg |
Fosfor | 256,00 mg |
Zat Besi (Ferrum) | 2,40 mg |
Vitamin A | 510,00 SI |
Vitamin B1 | 3,38 mg |
Air | 12,00 g |
Glukosa | 4,25 g |
Amilopektin | 95,75% |
Serat Kasar | 3,02 g |
Rujukan
- ↑ 1,0 1,1 Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng. (2019, Mei 2). Jagung ketan/jagung pulut, Zea mays – (Waxy Corn). https://distan.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/jagung-ketanjagung-pulut-zea-mays-waxy-corn-53
- ↑ Montolalu, I. R., & Bili, A. (2022). Pengaruh Pengaturan Jumlah Pupuk NPK Mutiara terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Pulut (Zea mays var. ceratina). SEIKO: Journal of Management & Business, 5(2), 222-229.
- ↑ Maxiselly, Y., & Suminar, E. (2023). BUDIDAYA JAGUNG PULUT RASANYA DI DESA SINDANGSARI KEC. SUKASARI KABUPATEN SUMEDANG: BUDIDAYA JAGUNG PULUT RASANYA DI DESA SINDANGSARI KEC. SUKASARI KABUPATEN SUMEDANG. Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora, 5(2), 217-220.
- ↑ Naisali, H., Witoyo, J. E., Utoro, P. A. R., & Permatasari, N. D. (2023). Kajian pustaka karakteristik fisiko-kimia jagung dari Nusa Tenggara Timur, dan produk turunan tradisionalnya. AGRICA, 16(2), 151-163.
- ↑ Witoyo, J. E., Naisali, H., Utoro, P. A. R., & Hamaisa, A. (2024). Jagung Katemak, Makanan Tradisional Khas Pulau Timor Barat, Nusa Tenggara Timur. AGRICA, 17(2), 129-145.
- ↑ Sugiharto, A. N., Nendissa, D. R., Agus, S. W., Lastriyanto, A., Yudono, A., Iriany, A., ... & Putri, N. M. I. (2024). Teknologi Tepat Guna Dalam Pengembangan Jagung di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Media Nusa Creative (MNC Publishing).
- ↑ Jambang, N., & Hakim, L. (2023, September). Production and chemical quality of sweet corn with single fertilizer combination (SFC) on upland in West Papua. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 1230, No. 1, p. 012052). IOP Publishing.