Terong asam

Dari WikiPangan
Terong asam, sumber foto: Sandy K

Terong asam (Solanum lasiocarpum) merupakan salah satu sayuran lokal yang banyak di jumpai dalam budaya kuliner Borneo. Terong asam juga disebut dengan terung pasai (Brunei), terung asam; cung bulu; terung dayak; terung iban (Indonesia), khua khon (Laos), tabanburo, tagatum (Filipina), sinkade (Myanmar), mapu; yongkuidi (Vietnam) dan muuk (Thailand). Buah terong asam ialah bagian tanaman yang banyak di manfaatkan masyarakat.

Terong asam dikenal melalui buahnya kecil, berbulu, dan terkenal akan rasa asam alami yang segar. Keasaman ini muncul dari asam organik yang diproduksi tanaman sebagai bentuk perlindungan dari hama, namun justru menjadi cita rasa khas yang dicintai masyarakat[1].

Pada awalnya, buah ini lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat Dayak yang tinggal di wilayah pedalaman. Namun, seiring berkembangnya interaksi antar kelompok etnis, penggunaannya semakin luas hingga digemari pula oleh masyarakat Tionghoa Kalimantan serta komunitas Senganan di pesisir[1].

Morfologi

Terong asam termasuk dalam famili Solanaceae dengan habitus berupa semak hingga perdu setinggi 0,5–1,5 meter. Batang, buah dan daunnya memiliki bulu halus. Bulu ini bukan sekadar tampilan, melainkan perlindungan alami untuk mengurangi gigitan serangga dan menjaga kelembapan sebagai adaptasi khas tanaman yang tumbuh di iklim panas Borneo[2].

Daunnya berbentuk oval memanjang dengan tepi sedikit bergerigi. Bunganya kecil berwarna putih atau keunguan. Buah muda berwarna hijau pucat dan berbulu, kemudian berubah menjadi kuning cerah hingga oranye ketika matang. Warna ini berasal dari karotenoid sebanyak 97 mcg/100g, pigmen alami yang juga berperan sebagai antioksidan dan penanda buah yang lebih matang dan kaya manfaat[3]. Diameter buah berkisar 2,5–3,5 cm dengan rambut kaku menutupi seluruh permukaan kulit. Terong asam dapat diperbanyak melalui biji maupun stek batang.

Sejarah

Buah ini telah digunakan selama beberapa generasi dalam olahan tradisional suku Dayak, dan pemanfaatannya menyebar melalui perdagangan lokal serta interaksi antar-etnis yang terjadi di tepian sungai dan pasar desa. Penyebutan “terong Dayak” sendiri merupakan penanda historis bahwa tanaman ini melekat kuat pada identitas kuliner masyarakat adat, meskipun dalam perkembangannya telah menjadi bahan pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat multietnis di Kalimantan.

Pemanfaatan

Terong asam digunakan terutama sebagai pemberi rasa asam alami, menggantikan jeruk atau cuka. Keasaman alaminya dapat menetralkan bau amis, menguatkan rasa umami, dan memberi kesegaran khas pada berbagai olahan tradisional yang ternyata memiliki penjelasan ilmiah (pH rendah membantu menyeimbangkan cita rasa)[4].

Masyarakat Kalimantan mengolahnya menjadi sup ikan, tumisan sayur, hingga masakan berbasis daging. Salah satu hidangan paling ikonik adalah juhu rimbang takuak patin, masakan tradisional Kalimantan Tengah yang memadukan sayur, rempah, dan terong asam untuk menghasilkan rasa segar dan aroma kha[5].

Zat Gizi

Komposisi zat gizi terong asam tiap 100 gram[3].

Komponen Gizi Jumlah
Air (Water) 90.5 g
Energi (Energy) 37 Kal
Protein (Protein) 2.0 g
Lemak (Fat) 0.4 g
Karbohidrat (CHO) 6.3 g
Serat (Fibre) 3.2 g
Abu (Ash) 0.8 g
Kalsium (Ca) 13 mg
Fosfor (P) 59 mg
Besi (Fe) 1.5 mg
Natrium (Na) 3 mg
Kalium (K) 155.0 mg
Tembaga (Cu) 0.30 mg
Seng (Zn) 0.3 mg
Beta-Karoten (Carotenes) 97 mcg
Thiamin (Vit. B1) 0.20 mg
Riboflavin (Vit. B2) 0.10 mg
Niasin (Niacin) 0.8 mg
Vitamin C (Vit. C) 4 mg

Referensi

  1. 1,0 1,1 Ibrahim NF, Zakaria NA, Aris F. 2022. Phytochemistry and biological activity of terung asam, indigenous fruit vegetables of sarawak. Journal of Sustainability Science and Management. 17(2): 270-285.
  2. Indonesian Gastronomy Foundation. 2025. Pusaka Rasa Nusantara: Keanekaragaman Bahan Pangan Indonesia.
  3. 3,0 3,1 Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat. Tabel Komposisi Pangan Indonesia 2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2018. https://panganku.org/id-ID/view
  4. Latoch A, Skubina EC, Wyrwisz MM. 2023, Marinades based on natural indegredients as a way to iimprov the quality and shelf life of meat. Food. 12(19).
  5. Citerawat YW, Silvianti A. 2025. Dari huma ke dapur: Filosofi dan Cita Rasa Masakan Khas Dayak Kalimantan Tengah. Polkesraya Press.