Beras
Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman serealia utama penghasil beras, makanan pokok masyarakat Indonesia. Tanaman ini pertama kali di domestikasi di lembah Sungai Yangtze sekitar 13.500-8.500 tahun sebelum peradaban modern[1]. Seiring migrasi dan perdagangan, padi menyebar ke Nusantara, dan sejak itu masyarakat Indonesia membangun sistem agraris yang menjadikan beras sebagai pusat kehidupan: dari ritual penanaman, upacara panen, hingga penyimpanan hasil.
Klasifikasi awal padi terdiri atas dua subspesies utama: japonica yang berbulir pendek dan pulen, serta indica yang berbulir panjang dan cenderung pera. Karena memiliki genom yang mudah dimodifikasi, padi kemudian berkembang menjadi organisme model dalam penelitian serealia. Kemudahan ini mendorong lahirnya berbagai varietas beras dengan karakter khas, mulai dari aroma melati pada beras Thailand hingga wangi pandan pada beras Pandanwangi dari Jawa Barat. Budidaya padi modern sebagian besar difokuskan pada produktivitas, namun keberagaman alami maupun hasil pemuliaan tetap menciptakan beras dengan cita rasa, tekstur, dan aroma yang unik. Meskipun beras umumnya dibudidayakan di lahan tergenang, berbagai kultivar kini terbukti mampu tumbuh di lahan kering maupun rawa, memperluas adaptasi padi di berbagai ekosistem Nusantara[2].
Morfologi
Padi termasuk dalam keluarga Poaceae, merupakan terna semusim yang berakar serabut dengan batang sangat pendek; struktur batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang. Daunnya berbentuk lanset, berwarna hijau muda hingga hijau tua, berurat sejajar, dan permukaannya ditutupi rambut halus yang jarang. Bunga padi tersusun majemuk dalam bentuk malai bercabang, dengan floret yang mengelompok dalam spikelet pada panikula. Buahnya bertipe bulir (kariopsis), yaitu bentuk buah–biji yang menyatu sehingga tidak dapat dibedakan, berukuran sekitar 3–15 mm, berbentuk bulat hingga lonjong, dan tertutup oleh palea–lemma yang dikenal sebagai sekam. Bagian yang umum dikonsumsi adalah endosperma, yang setelah digiling menjadi beras dan menjadi sumber energi utama bagi masyarakat Indonesia.
Budaya
Keberagaman padi di Nusantara tak hanya terlihat dari varietas dan adaptasinya, tetapi juga dari cara masyarakat memperlakukan padi sebagai bagian dari budaya pangan. Di banyak daerah, gabah (bulir padi) tidak langsung digiling menjadi beras, tetapi disimpan sebagai cadangan pangan jangka panjang. Di Baduy, padi hasil huma disimpan dalam leuit (tempat menyimpan gabah) yang mampu menjaga kualitas gabah selama bertahun-tahun sebagai sistem ketahanan pangan.

