Arbila Hutan

Deskripsi
Arbila hutan merupakan golongan legum dengan nama latin Phaseolus lunatus L. Menurut masyarakat Kabupaten Soe, NTT, kacang arbila tumbuh liar di hutan. Kacang ini berpotensi untuk menjadi makanan pokok saat terjadi kelangkaan pangan. Selain sebagai makanan pokok, arbila juga bisa dijadikan sebagai cemilan. Hingga kini arbila masih dikonsumsi dan digemari baik dari kalangan anak-anak hingga orang tua.
Arbila yang sudah siap dikonsumsi disebut kaotpese. Kacang arbila biasa dikonsumsi dengan sambal unus atau sambal lu'at jantung pisang. Arbila juga bisa ditambahkan dalam jagung bose. Apabila arbila hutan tidak diolah dengan baik, maka akan menimbulkan efek pusing bagi yang mengonsumsinya. Akibat pengolahan arbila hutan yang cukup memakan waktu dan tenaga membuatnya semakin kurang diminati sekarang.
Pemanfaatan
Kot Pesi (Biji Arbila Hutan) biasanya diambil pada musim kemarau di hutan/semak, karena biji arbila tumbuh di hutan atau semak pada musim hujan tahunan tiba. Masyarakat Suku Dawan yang ada di Kabupaten Timor Tengah Selatan biasanya mengambil dan menyimpan di tempat yang aman hingga tiba musim hujan tahunan, Biji Arbila di proses guna dikonsumsi sebagai makanaan alternatif, bagi yang kekurangan pangan atau sekedar dikonsumsi sebagai selingan sebagai tradisi. Kot Pesi biasanya lebih nikmat dan cocok, apabila pada musim hujan baru di proses untuk dikonsumsi[1].
Cara Pengolahan
Arbila direbus hingga mendidih sebanyak 12-15 kali dengan terus diganti airnya. Tujuannya yaitu untuk menghilangkan racun asam sianida pada arbila. Jika warna air rebusan arbila sudah tampak jernih maka arbila siap dikonsumsi [2]
Kandungan
Kacang Arbila hitam memiliki kadar protein sebesar 16.89% dan karbohidrat sebesar 65.02%[3]