Gantala Jarang: Perbedaan antara revisi

Dari WikiPangan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(15 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Gantala Jarang Jeneponto.jpg|kiri|jmpl]]
[[Berkas:Gantala Jarang Jeneponto.jpg|jmpl|''Gantala Jarang'']]'''Gantala Jarang''' (ejaan lain: Gantalak Jarang) adalah salah satu makanan khas dari Jeneponto, Sulawesi Selatan. Dalam bahasa lokal, ''gantala'' berarti kuah bening dan ''jarang'' berarti kuda. Berbeda dengan olahan daging yang kaya akan rempah khas Makassar, penampilan Gantala Jarang sangat sederhana.
'''GANTALA JARANG''' adalah salah satu makanan khas dari Jeneponto.


Gantala berarti kuah dan Jarang berarti kuda. Berbeda dengan olahan
Bahan utama makanan ini adalah daging kuda, garam, dan sedikit kunyit. Karena itu rasa khas daging kuda sangat terasa pada makanan ini.


daging kaya akan rempah khas Makassar, gantala jarang tampil sangat
Hidangan ini dipercaya oleh masyarakat setempat berkhasiat meningkatkan vitalitas pria. Pada zaman dahulu, gantala jarang menjadi sarapan atau makanan para tentara kerajaan.<ref>Katakerja. 2022. ''Ensiklopedia Pangan Olahan SulSelBar.'' Makassar: Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia.</ref>


sederhana. Bahan utama makanan ini adalah daging kuda, garam, dan
== Budaya ==
Gantala Jarang merupakan hidangan yang hampir selalu ada pada pesta pernikahan di Jeneponto. Keberadaannya di pesta pernikahan menandakan kemeriahan dan kehangatan acara. Para tamu undangan bahkan rela datang ke pesta hanya untuk mencicipi Gantala Jarang yang dimasak langsung dari kuda yang disembelih di tempat. Sajian ini hadir dalam acara sunatan, aqiqah, hingga perayaan Idul Fitri dan Idul Adha.<ref>Nurdin. 2023. [https://blamakassar.e-journal.id/pusaka/article/view/1015 Budaya Gantala Jarang dalam Pesta Pernikahan pada Masyarakat di Kabupaten Jeneponto]. ''Pusaka Jurnal Khazanah Keagamaan, Vol. 11, No. 1.'' Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar</ref>


sedikit kunyit. Oleh sebab itu, rasa khas daging kuda sangat terasa pada
Gantala Jarang, bersama [[Sop Saudara]], telah diusulkan sebagai bagian dari warisan budaya tak benda Sulawesi Selatan.<ref>Arman, R. S. A. (2023). Sop Saudara dan Gantala Jarang Diusulkan Menjadi Warisan Budaya Tak Benda dari Sulsel. ''kompas.id''. <nowiki>https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/03/13/sop-saudara-dan-gantala-jarang-diusulkan-menjadi-warisan-budaya-tak-benda-dari-sulsel</nowiki></ref>


makanan ini.
== Cara pengolahan ==
Gantala Jarang dibuat dengan merebus daging kuda yang telah dipotong dadu dan menambahkan garam, serai, dan kunyit.


Makanan ini dipercaya oleh masyarakat setempat berkhasiat meningkatkan
Cara pembuatan hidangan ini adalah sebagai berikut:


vitalitas pria. Pada zaman dahulu, gantala jarang menjadi sarapan atau
'''Bahan:'''
# 250 gram daging sapi
# 2 batang serai
# 500 ml air
# Garam secukupnya
# Kunyit secukupnya
'''Langkah-langkah pengolahan:'''
# Daging kuda yang telah dipotong dadu direbus di dalam panci selama 30 menit
# Selama daging direbus, garam, serai, dan kunyit ditambahkan secukupnya
# Gantala jarang siap dihidangkan.


makanan para tentara kerajaan.
== '''Rujukan:''' ==
 
<references />
Gantala jarang merupakan makanan yang wajib ada pada acara pernikahan
 
di Jeneponto. Tanpa kehadiran makanan ini, pesta pernikahan bisa
 
dikatakan belum lengkap. Bahkan, seseorang yang tidak menghidangkan
 
gantala jarang akan menjadi bahan gunjingan.
 
== '''Bahan''': ==
1. Daging sapi 250 gram
 
2. Serai 2 batang
 
3. Air 500 ml
 
4. Garam secukupnya
 
5. Kunyit secukupnya
 
== '''Cara pembuatan:''' ==
1. Rebus daging kuda yang telah dipotong dadu.
 
2. Masukkan garam, serai, dan kunyit secukupnya.
 
3. Tunggu selama 30 menit hingga daging matang dan empuk.
 
4. Gantala jarang siap dihidangkan.

Revisi terkini sejak 22 Maret 2024 06.50

Gantala Jarang

Gantala Jarang (ejaan lain: Gantalak Jarang) adalah salah satu makanan khas dari Jeneponto, Sulawesi Selatan. Dalam bahasa lokal, gantala berarti kuah bening dan jarang berarti kuda. Berbeda dengan olahan daging yang kaya akan rempah khas Makassar, penampilan Gantala Jarang sangat sederhana.

Bahan utama makanan ini adalah daging kuda, garam, dan sedikit kunyit. Karena itu rasa khas daging kuda sangat terasa pada makanan ini.

Hidangan ini dipercaya oleh masyarakat setempat berkhasiat meningkatkan vitalitas pria. Pada zaman dahulu, gantala jarang menjadi sarapan atau makanan para tentara kerajaan.[1]

Budaya

Gantala Jarang merupakan hidangan yang hampir selalu ada pada pesta pernikahan di Jeneponto. Keberadaannya di pesta pernikahan menandakan kemeriahan dan kehangatan acara. Para tamu undangan bahkan rela datang ke pesta hanya untuk mencicipi Gantala Jarang yang dimasak langsung dari kuda yang disembelih di tempat. Sajian ini hadir dalam acara sunatan, aqiqah, hingga perayaan Idul Fitri dan Idul Adha.[2]

Gantala Jarang, bersama Sop Saudara, telah diusulkan sebagai bagian dari warisan budaya tak benda Sulawesi Selatan.[3]

Cara pengolahan

Gantala Jarang dibuat dengan merebus daging kuda yang telah dipotong dadu dan menambahkan garam, serai, dan kunyit.

Cara pembuatan hidangan ini adalah sebagai berikut:

Bahan:

  1. 250 gram daging sapi
  2. 2 batang serai
  3. 500 ml air
  4. Garam secukupnya
  5. Kunyit secukupnya

Langkah-langkah pengolahan:

  1. Daging kuda yang telah dipotong dadu direbus di dalam panci selama 30 menit
  2. Selama daging direbus, garam, serai, dan kunyit ditambahkan secukupnya
  3. Gantala jarang siap dihidangkan.

Rujukan:

  1. Katakerja. 2022. Ensiklopedia Pangan Olahan SulSelBar. Makassar: Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
  2. Nurdin. 2023. Budaya Gantala Jarang dalam Pesta Pernikahan pada Masyarakat di Kabupaten Jeneponto. Pusaka Jurnal Khazanah Keagamaan, Vol. 11, No. 1. Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar
  3. Arman, R. S. A. (2023). Sop Saudara dan Gantala Jarang Diusulkan Menjadi Warisan Budaya Tak Benda dari Sulsel. kompas.id. https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/03/13/sop-saudara-dan-gantala-jarang-diusulkan-menjadi-warisan-budaya-tak-benda-dari-sulsel