Kolo

Dari WikiPangan
Revisi sejak 21 Maret 2025 14.09 oleh Syifa.nuraeni (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi 'jmpl|202x202px|Kolo<ref>https://www.beritawisata.com/kuliner/58311828270/cara-membuat-kolo-khas-ntt-nasi-bakar-yang-gurih-dan-nikmat</ref> Kolo yang merupakan salah satu masakan khas dari Kabupaten Manggarai Timur, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kolo adalah nasi yang dimasak bukan menggunakan periuk atau rice cooker, namun dimasak menggunakan bambu dengan cara dibakar. Setiap ruas bambu dipotong lalu diisi dengan beras dicam...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Kolo[1]

Kolo yang merupakan salah satu masakan khas dari Kabupaten Manggarai Timur, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kolo adalah nasi yang dimasak bukan menggunakan periuk atau rice cooker, namun dimasak menggunakan bambu dengan cara dibakar. Setiap ruas bambu dipotong lalu diisi dengan beras dicampur dengan air dan juga bisa ditambahkan bumbu dapur untuk menambah rasa seperti santan kelapa, kunyit untuk bahan pewarna dan bumbu lainnya. Bambu yang digunakan ialah bambu muda yang panjangnya kurang lebih 30 cm[2].

Bahan dan Cara Pembuatan

Bahan: Beras secukupnya Garam secukupnya Bumbu penyedap rasa sesuai selera

Alat: Daun pisang secukupnya, Bambu dengan diameter sekitar 7 cm dan panjang 30 cm

Cara Membuat:

  1. Potong bambu sesuai ukuran yang ditentukan
  2. Cucilah beras sampai benar-benar bersih, kemudian tiriskan dan campur dengan bumbu-bumbu di atas.
  3. Tambahkan air dan aduk kembali.
  4. Masukkan beras tersebut ke dalam bambu, lalu atakan dan tutup kedua lubangnya menggunakan daun pisang.
  5. Bakar di atas bara api selama kurang lebih 30 menit. Angkat setelah matang dan sajikan di piring

Kolo sendiri cocok dikonsumsi dengan lauk apa saja dan sering ditemukan dalam acara adat masyarakat NTT[3].

Budaya

Kolo adalah hidangan tradisi nenek moyang yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Kolo menjadi simbol budaya dan tradisi masyarakat Manggarai yang kaya akan nilai-nilai adat. Makanan ini memiliki makna mendalam dalam upacara adat sebagi lambang persatuan, kebersamaan, dan keberkahan. Selain itu, Kolo juga mengandung nilai kearfian lokal dalam penggunaan bahan-bahan alami yang berasal dari lingkungan sekitar.[4]Kolo biasanya disajikan dalam acara-acara adat seperti pernikahan, perayaan adat, atau acara keagamaan. Kolo memiliki sejarah, nilai, dan keunikan yang khas, serta proses pembuatan yang unik dan menarik[2].

Referensi