Pempek

Dari WikiPangan
Revisi sejak 26 Juni 2024 14.13 oleh Arizka.mufida (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Pempek adalah olahna pangan khas dari Sumatera, dan dapat dengan mudha dijumpai di Provinsi Sumatera Selatan, Jambi, dan Lampung. Bahan baku pempek, biasanya berasal dari jenis ikan sungai. Pada awalnya, pempek dibuat dari bahan baku utama ikan belida, namun dnegan semakin sulitnya didapatkan ikan tersebut/langka, maka saat ini banyak pempek yang berasal dari ikan gabus, ikan tenggiri maupun jenis ikan sungai lainnya.

Pempek, olahan ikan khas Sumatera Selatan

Kata pempek, berasal dari bahasa hokien, apek (paman). Karena pada awalnya, pempek ini dijajakan atau dijual oleh orang tionghoa yang ada di sekitar Palembang. Pempek adalah salah satu olahan pangan hasil asimilasi budaya tionghoa dan nusantara, yang hingga saat ini masih dengan mudah dijumpai dan masih banyak dikonsumsi.

Cara Mengolah

Pempek pada umumnya dibuat dnegan bahan baku: daging ikan yang digiling (Ikan gabus, tenggiri, dll), tepung tapioka atau tepung sagu, air, garam dan bumbu lainnya sebagai penambah cita rasa.

Daging ikan yang dicampur dengan tepung sagu, dicampur dengan garam dan rempah-rempah lainnya. Seteah dicampur menjadi adonan, kemudian dibentuk memanjang dan dikukus. Setelah dikukus bisa langsung dihidangkan atau digoreng dahulu sebentar kemudian disajikan dengan cuko.

Pempek memiliki berbagai macam jenis, yaitu; adaan, lenjer, kapal selam, kulit, pistel, keriting, tahu, panggang dan lenggang.

Sejarah

Jenis ikan yang biasa diolah menjadi lenjeran adalah ikan gabus maupun ikan berpatil lainnya. Ikan berpatil sudah lama dikonsumsi oleh masyarakat Sumatera Selatan. Hal ini dapat kita temukan pada bukti arkeologi yang ditemukan di situs pemukiman pra Sriwijaya di Desa Margomulyo, Kecamatan Muara Sugihan, Kabupaten Banyuasin.

Pengolahan ikan menjadi pempek sebetulnya berasal dari ide untuk membuat hasil tangkapan ikan yang dihasilkan oleh nelayan di sekitar Sungai Musi. Pada masa lalu masyarakat masih terbatas dalam melakukan pengawetan ikan, sehingga dibutuhkan berbagai cara untuk menyimpan agar ikan yang dipanen tidak busuk dna merugi. Salah satu caranya adalah dengan mengolah ikan hasil tangkapan menjadi pempek.

Berdasar cerita rakyat, sekitar tahun 1617 seorang apek berusia 65 tahun yang tinggal di daerah Perakitan (tepian Sungai Musi) merasa prihatin menyaksikan tangkapan ikan yang berlimpah di Sungai Musi. Hasil tangkapan itu belum seluruhnya dimanfaatkan dengan baik, hanya sebatas digoreng dan dipindang. Si apek kemudian mencoba alternatif pengolahan lain. Ia mencampur daging ikan giling dengan tepung tapioka, sehingga dihasilkan makanan baru. Makanan baru tersebut dijajakan oleh para apek dengan bersepeda. Oleh karena penjualnya dipanggil dengan sebutan “pek... apek”, maka makanan tersebut akhirnya dikenal sebagai pempek atau empek-empek. Pendapat lain mengemukakan bahwa nama pempek asal kata dari cara membuat makanan tersebut yaitu adonan campuran ikan dan sagu ”dilepekan” kemudian dibentuk sesuai keinginan. Kata dilepekan ini yang selanjutnya dijadikan sebagai nama makanan yaitu ”pempek”[1].

Rujukan