Puluq Mandoti: Perbedaan antara revisi
(←Membuat halaman berisi 'jmpl|324x324px|''pulu mandoti'' dan ''sokko pulu mandoti'' == Bahan Utama == ''Sokko Pulu Mandoti'' merupakan olahan yang terbuat dari beras ketan merah lokal, yaitu ''pulu mandoti.'' Beras ketan (''pulu'') ''mandoti'' memiliki dua keunikan. Pertama, memiliki aroma khas yang wangi. Saking wanginya, aromanya bisa mencapai rumah tetangga. Oleh karena itu, orang juga biasa menyebutnya “''pulu'' berdosa” kare...') |
k (→Resep) |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
[[Berkas:WhatsApp Image 2024-02-05 at 13.05.49.jpg|jmpl|324x324px|''pulu mandoti'' dan ''sokko pulu mandoti'']] | [[Berkas:WhatsApp Image 2024-02-05 at 13.05.49.jpg|jmpl|324x324px|''pulu mandoti'' dan ''sokko pulu mandoti'']]''Pulu mandoti'' adalah salah satu jenis padi lokal Kabupaten Enrekang, tepatnya di Desa Salukanan dan Desa Kendenan, Kecamatan Baraka. ''Pulu mandoti'' memiliki dua keunikan. Pertama, memiliki aroma khas yang wangi. Keunikan lainnya, ''Pulu Mandoti'' konon hanya dapat tumbuh di dua desa, yaitu Desa Salukanan dan Desa Kendenan, Kecamatan Baraka sehingga disebut sebagai padi ketan khas daerah Duri. Bahkan jika padi lokal ini ditanam di tempat lain, bisa tumbuh dan berbuah tetapi aromanya tidak akan seharum di daerah asalnya. Peneliti menduga hal tersebut dikarenakan tanah di Desa Salukanan dan Kendenan memiliki unsur hara yang sangat spesifik dan tinggi. Keunikan ini membuat beras ini memiliki harga yang mahal di pasaran. | ||
''Pulu mandoti'' biasa dimasak menjadi ''sokko'' ketika upacara pernikahan, kematian, dan acara-acara hajatan lainnya. Namun, di Desa Salukanan dan Desa Kendenan, pantang untuk menyajikan ''pulu mandoti'' dalam acara akikah. | |||
'' | |||
== | == Etimologi == | ||
''' | Di Enrekang, jenis padi dibagi menjadi dua, yakni ''koah'' dan ''pulu.'' Istilah ''koah'' diperuntukkan untuk padi yang dimasak menjadi beras, seperti ''pare tillok, pare jambu, pare lambau, pare riri, pare barri,'' dan ''pare doi.'' Sedangkan, ''pulu'' adalah istilah yang diperuntukkan untuk beras ketan, seperti ''pulu mandoti'' (ketan merah), ''pulu pinjan'' (ketan putih)'','' dan ''pulu lotong'' (ketan hitam). | ||
''' | ''Mandoti'' berasal dari Bahasa Duri yang terdiri atas dua kata, yaitu ''mang'' yang berarti melakukan dan ''doti'' yang berarti perlakukan ''jampi-jampi'' untuk mempengaruhi akal pikiran dan orang lain. Sehingga ''mangdoti'' bisa diartikan sebagai melakukan ''jampi-jampi'' untuk mempengaruhi akal pikiran dan orang lain. Pemberian nama ini wajar diberikan kepada ''pulu mandoti'' sebab aroma ''pulu mandoti'' yang begitu kuat dan khas yang dapat membuat lapar orang yang menghirup wanginya. | ||
== Sejarah == | |||
''Pulu mandoti'' diyakini dibawa oleh orang yang turun dari langit (Tomanurung) yang bernama Towalli dan diwariskan kepada anaknya, Bolong Ulu. Suatu waktu, ketika Bolong Ulu mengembangkan ''pulu mandoti.'' Ketika dipanen, dimasak, dan dimasak untuk upacara ritual, ternyata beras yang dimasak mengeluarkan aroma yang khas dan tajam. Pada waktu itu, berkembang pemahaman di masyarakat bahwa apabila ada aroma yang tajam dan asing yang berasal dari satu, maka itu berarti orang di rumah tersebut sedang mempersiapkan sesaji untuk menolak bala<ref>DOI:10.36869/wjsb.v11i1.75</ref> | |||
== | |||
'' | |||
== Rujukan == | == Rujukan == | ||
<references /> |
Revisi per 5 Februari 2024 14.04
Pulu mandoti adalah salah satu jenis padi lokal Kabupaten Enrekang, tepatnya di Desa Salukanan dan Desa Kendenan, Kecamatan Baraka. Pulu mandoti memiliki dua keunikan. Pertama, memiliki aroma khas yang wangi. Keunikan lainnya, Pulu Mandoti konon hanya dapat tumbuh di dua desa, yaitu Desa Salukanan dan Desa Kendenan, Kecamatan Baraka sehingga disebut sebagai padi ketan khas daerah Duri. Bahkan jika padi lokal ini ditanam di tempat lain, bisa tumbuh dan berbuah tetapi aromanya tidak akan seharum di daerah asalnya. Peneliti menduga hal tersebut dikarenakan tanah di Desa Salukanan dan Kendenan memiliki unsur hara yang sangat spesifik dan tinggi. Keunikan ini membuat beras ini memiliki harga yang mahal di pasaran.
Pulu mandoti biasa dimasak menjadi sokko ketika upacara pernikahan, kematian, dan acara-acara hajatan lainnya. Namun, di Desa Salukanan dan Desa Kendenan, pantang untuk menyajikan pulu mandoti dalam acara akikah.
Etimologi
Di Enrekang, jenis padi dibagi menjadi dua, yakni koah dan pulu. Istilah koah diperuntukkan untuk padi yang dimasak menjadi beras, seperti pare tillok, pare jambu, pare lambau, pare riri, pare barri, dan pare doi. Sedangkan, pulu adalah istilah yang diperuntukkan untuk beras ketan, seperti pulu mandoti (ketan merah), pulu pinjan (ketan putih), dan pulu lotong (ketan hitam).
Mandoti berasal dari Bahasa Duri yang terdiri atas dua kata, yaitu mang yang berarti melakukan dan doti yang berarti perlakukan jampi-jampi untuk mempengaruhi akal pikiran dan orang lain. Sehingga mangdoti bisa diartikan sebagai melakukan jampi-jampi untuk mempengaruhi akal pikiran dan orang lain. Pemberian nama ini wajar diberikan kepada pulu mandoti sebab aroma pulu mandoti yang begitu kuat dan khas yang dapat membuat lapar orang yang menghirup wanginya.
Sejarah
Pulu mandoti diyakini dibawa oleh orang yang turun dari langit (Tomanurung) yang bernama Towalli dan diwariskan kepada anaknya, Bolong Ulu. Suatu waktu, ketika Bolong Ulu mengembangkan pulu mandoti. Ketika dipanen, dimasak, dan dimasak untuk upacara ritual, ternyata beras yang dimasak mengeluarkan aroma yang khas dan tajam. Pada waktu itu, berkembang pemahaman di masyarakat bahwa apabila ada aroma yang tajam dan asing yang berasal dari satu, maka itu berarti orang di rumah tersebut sedang mempersiapkan sesaji untuk menolak bala[1]
Rujukan
- ↑ DOI:10.36869/wjsb.v11i1.75