Pu’lilo: Perbedaan antara revisi

Dari WikiPangan
(←Membuat halaman berisi 'Pu’lilo atau Jamur Kering adalah awetan jamur dengan cara dikeringkan. Pu’lilo biasanya diolah saat musim hujan, karena jamur banyak ditemukna pada musim ini. Masyarakat akan mengambil jamur ini untuk dikonsumsi. Selain itu, masyarakat juga mengeringkan pu’lilo dengan 2 cara agar bisa bertahan lama, yakni : # Saat musim panas, masyarakat akan menjemur pu’lilo dibawah matahari selama 1 2 atau 3 hari, hingga benar-benar kering. Lalu disimpan untuk dikonsu...')
 
 
(3 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
Pu’lilo atau Jamur Kering adalah awetan jamur dengan cara dikeringkan.
[[Berkas:Pu’lilo jamur kering NTT.jpg|jmpl|Pu’lilo atau jamur kering khas NTT]]


Pu’lilo biasanya diolah saat musim hujan, karena jamur banyak ditemukna pada musim ini. Masyarakat akan mengambil jamur ini untuk dikonsumsi. Selain itu, masyarakat juga mengeringkan pu’lilo dengan 2 cara agar bisa bertahan lama, yakni :
== Deskripsi ==
Pu'lilo atau Jamur kering biasanya dijadikan bekal lauk untuk masyarakat orang dawan "Atoin  meto" ketika berkebun.


# Saat musim panas, masyarakat akan menjemur pu’lilo dibawah matahari selama 1 2 atau 3 hari, hingga benar-benar kering. Lalu disimpan untuk dikonsumsi kedepannya.
== Cara Pengolahan ==
# Saat musim hujan, masyarakat akan mengasapnya (seik) di atas rumah bulat.
[[Pu’lilo]] atau Jamur Kering/Jamur payung adalah awetan jamur dengan cara dikeringkan. Pu’lilo biasanya diolah saat musim hujan, karena jamur banyak ditemukan pada musim ini. Masyarakat akan mengambil jamur ini untuk dikonsumsi. Selain itu, masyarakat juga mengeringkan pu’lilo dengan 2 cara agar bisa bertahan lama, yakni:


Setelah dikeringkan, jamur bisa bertahan lebih dari 6 bulan untuk kemudina diolah dengan cara direndam terlebih dahulu dalam air panas.
# Saat musim panas, masyarakat akan menjemur pu’lilo dibawah matahari selama 1-3 hari, hingga benar-benar kering, lalu disimpan untuk dikonsumsi kedepannya.
# Saat musim hujan, masyarakat akan mengasapnya atau diawetkan (seik) di atas rumah bulat.


Pu’lilo biasa diolah menjadi dengan direbus, ditumis, dibuat lu’at.
== Pemanfaatan ==
[[Berkas:Pu’lilo 1.jpg|jmpl|Pu’lilo atau jamur kering dari NTT]]
Pu’lilo atau Jamur Kering bisa bertahan lebih dari 6 bulan untuk kemudian diolah dengan cara direndam terlebih dahulu dalam air panas. Pu’lilo juga biasa diolah dengan cara direbus, ditumis, dibuat sambal lu’at, dicampur dengan Mie Rebus dan bisa dibuatkan lawar jamur yang dicampurkan  dengan ikan kering.[[Berkas:Pu’lilo 1.jpg|jmpl|Pu’lilo atau jamur kering dari NTT]]

Revisi terkini sejak 22 Maret 2024 15.04

Pu’lilo atau jamur kering khas NTT

Deskripsi

Pu'lilo atau Jamur kering biasanya dijadikan bekal lauk untuk masyarakat orang dawan "Atoin meto" ketika berkebun.

Cara Pengolahan

Pu’lilo atau Jamur Kering/Jamur payung adalah awetan jamur dengan cara dikeringkan. Pu’lilo biasanya diolah saat musim hujan, karena jamur banyak ditemukan pada musim ini. Masyarakat akan mengambil jamur ini untuk dikonsumsi. Selain itu, masyarakat juga mengeringkan pu’lilo dengan 2 cara agar bisa bertahan lama, yakni:

  1. Saat musim panas, masyarakat akan menjemur pu’lilo dibawah matahari selama 1-3 hari, hingga benar-benar kering, lalu disimpan untuk dikonsumsi kedepannya.
  2. Saat musim hujan, masyarakat akan mengasapnya atau diawetkan (seik) di atas rumah bulat.

Pemanfaatan

Pu’lilo atau Jamur Kering bisa bertahan lebih dari 6 bulan untuk kemudian diolah dengan cara direndam terlebih dahulu dalam air panas. Pu’lilo juga biasa diolah dengan cara direbus, ditumis, dibuat sambal lu’at, dicampur dengan Mie Rebus dan bisa dibuatkan lawar jamur yang dicampurkan dengan ikan kering.

Pu’lilo atau jamur kering dari NTT